a. Pengertian.
Kajian mengenai organisasi sering disebut studi organisasi
(organizational studies), perilaku organisasi (organizational
behaviour), atau analisa organisasi (organization analysis).
Kebudayaan dapat nampak dalam bentuk perilaku organisasi yang
direfleksikan dalam sikap dan tindakan dengan ciri yang menonjol adalah
adanya nilai-nilai yang dipersepsi, dirasakan, dan dilakukan.
Cibson (1996 :76) mendefinisikan sebagai berikut :
a. Mempelajari ; seperti observasi, pengalaman
b. Saling berbagi ; bisa di masyarakat, keluarga dll.
c. Transgenerasi ; kebiasaan yang diberikan dikeluarga, organisasi
d. Persepsi pengaruh ; seperti bagaimana seseorang menilai dunia
e. Adaptasi
Kotter and Heslett (1997 : 5) mengungkapkan bahwa Budaya Organisasi
muncul dalam dua tingkatan yaitu yang kurang terlihat berupa nilai-nilai
yang dianut oleh anggota kelompok yang cenderung bertahan meskipun
anggotanya sudah diganti. Karena nilai-nilai yang sukar berubah
terkadang tidak disadari. Tingkatan yang lebih terlihat berupa pola gaya
perilaku organisasi, dimana orang yang baru masuk terdorong untuk
mengikutinya.
Robbins C (1989 : 467 – 468) memberikan sepuluh karakteristik sebagai pembeda Budaya Organisasi, yaitu :
1) Inisatif individu. Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu.
2)
Toleransi terhadap tindakan beresiko. Sejauh mana para pegawai
dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif dan mengambil resiko.
3) Arah. Sejauh mana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4) Integrasi. Tingkat sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara terkoordinasi.
5)
Dukungan dari manajemen. Tingkat sejauh mana para manajer memberikan
komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka.
6) Kontrol. Jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
7)
Identitas. Tingkat sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya
secara keseluruhan dengan organisasinya ketimbang dengan kelompo kerja
tertentu atau dengan bidang keahlian profesional.
8) Sistem imbalan.
Tingkat sejauh mana alokasi imbalan (misalnya kenaikan gaji, promosi)
didasarkan atas criteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari
seniorita, sikap pilih kasih dan sebagainya.
9) Pola-pola komunikasi. Tingkat sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh khirarki kewenangan formal.
b. Fungsi
b. Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
[2]
Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat
unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
[2]
Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
[2]
Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
[2]
Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah
perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara
menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan
karyawan.
[2]
Pembentuk sikap dan perilaku
Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (
sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.
[2] Fungsi terakhir inilah yang paling menarik
[10]. Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya mendefinisikan aturan main:
“ |
Dalam definisinya, bersifat
samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Tetapi, setiap organisasi
mengembangkan sekmpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan
aturan-aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari di tempat
kerja... Hingga para pendatang baru mempelajari aturan, mereka tidak
diterima sebagai anggota penuh organisasi. Pelanggaran aturan oleh pihak
eksekutif tinggi atau karyawan lini depan membuat publik luas tidak
senang dan memberi mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan
menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan mobilitas ke atas.[11] |
” |
Budaya sebagai beban
Hambatan untuk perubahan
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama
tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas
organisasi.
[2] Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis
[2]
- Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena
faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau
perbedaan-perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi
lain akan menciptakan sebuah paradoks.[12]
- Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor
kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau
merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk.[2] Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi#Fungsi-fungsi_budaya
c. Pengaruh teknologi terhadap kreatifitas individu maupun team
Peperangan yang berkepanjangan ternyata malah meberikan dampak
kretaif bagi para pengembang teknologi. Tidak terkecuail negara-negara
besar yang memang memiliki kekuatan untuk memberikan support terhadap
aktivitas tersebut.
Amerika Serikat yang merupakan
Negara yang gemar berperang, mengembangkan dan bahkan telah meluncurkan
robot terbarunya yang rencananya akan diterjunkan di medan pertempuran.
Robot “monster” berjuluk BigDog ini telah siap diluncurkan ke medan
pertempuran di wilayah konflik Afghanistan.
Robot yang tampak seram ini
memang memiliki beberapa keunggulan. Big Dog yang tampak garang dengan
empat kakinya, dirancang khusus untuk menjelajahi medan yang berbahaya.
Menurut Boston Dinamics, selaku pembuatnya, BigDog mampu berlari sekitar
4 mil perjam, bisa berjalan pelan, dan bahkan bisa mendaki lereng
dengan kemiringan hingga 350.
Dikutip dari dari
FoxNews, Selasa (24/3/2009), kaki metal BigDog dibuat dengan bentuk yang
mirip kaki binatang dan bisa menyerap kejut dengan baik. Otak robot
berupa komputer yang dibekali sensor sehingga diklaim dapat menyesuaikan
diri secara mandiri dengan kondisi sekitar. Namun BigDog tampaknya
tidak dipersiapkan untuk melakukan serangan terhadap musuh, karena robot
tersebut tidak dibekali dengan senjata. Hanya saja, BigDog akan
digunakan sebagai pengangkut peralatan militer dengan beban hingga 150
kilogram dengan melewati wilayah-wilayah berbahaya atau juga untuk
melakukan pengintaian terhadap musuh.
Tampaknya selain pendidikan
teknologi, para ilmuwan dan pengembang seharusnya mendapatkan pendidikan
moral, sehingga korban perkembangan teknologi yang seolah
disalahgunakan tersebut mampu di minimalkan
SUMBER : http://kabarit.com/2009/03/dampak-kreativitas-teknologi/
pondok cabe, 26 Juni 2012 pukul 10.02 WIB